DESA WAIHATU.KECAMATAN KAIRATU BARAT.KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT.PROVINSI MALUKU

Rabu, 23 Oktober 2013

PROFIL DESA

Tertulis / terdengar cerita daerah yang subur, tumbuhan yang menghijau... diatas tanah yang datar di tumbuhi pohon dan semak yang masih lebat dan terletak di antara dua Desa ( Negeri ) penduduk asli pulau Seram yaitu Waisamu dan Hatusua. Pada tahun 1973 ditempat inilah didatangkan oleh pemerintah Republik Indonesia, sekelommpok masyarakat dari Jawa Tengah yang diambil dari 7 ( Tujuh ) Kabupaten diantaranya :
1.       Kabupaten Blora
2.       Kabupaten Wonogiri
3.       Kabupaten Wonosobo
4.       Kabupaten Kebumen’
5.       Kabupaten Pati
6.       Kabupaten Banyumas
7.       Kabupaten Grobokan

Yang kemudian disebut sebagai masyarkat Transmigrasi. Sehubungan dengan tempat tinggal dan lahan pertaniannya belum siap maka masyarakat transmigrasi tersebut harus tinggal atau mondok pada saudara – saudaranya yang juga masyarakat transmigrasi di Desa Waimital yang sekarang ini lebih dikenal dengan Desa Gerakan Masyarakat Baru ( GEMBA ), kurang  lebih satu tahun tinggal di Desa Gemba masyarakat tersebut kemudian pindah, walaupun tempat tinggal dan lahan yang di janjikan belum siap. Merasa mereka harus hidup mandiri tanpa membebani orang lain, masyarakat ini mulai mambangun dan berbenah diri menata kehidupan yang lebih baik.

Konon karena letaknya diantara dua Desa yaitu Desa Waisamu dan Hatusua maka Nama Depan dari dua Desa tersebut di gabung sehingga  sampai saat ini nama desa ini adalah Desa” WAIHATU “ yang memiliku arti Wai yaitu” Air “ dan Hatu adalah “Batu “.

Desa Waihatu, lama – kelamaan manjadi ramai dan mapan dengan tanah yang subur hasil pertaniannya melimpah dan di pasarkan  ke kota provinsi yaitu Ambon dengan menggunakan transportasi laut pada saat itu perahu dan spit boat.

Dengan lancarnya  rutinitas perdagangan hasil pertainian melalui jalur laut maka di bangun sebuah pelabuhan kecil untuk berlabuh motor- motor laut tersebut.


Seiring dengan berjalannya Waktu Desa Waihatu mengalami satu kejadian dimana seorang ibu kesurupan, konon yang merasuki tubuh ibu tersebut adalah roh yang menjaga Desa Waihatu yang bernama Mbah “ PURWOBONGGO “ ). roh tersebut meminta agar masyarakat Desa Waihatu setiap tahun berjalan,tepatnya  pada bulan apit ( jawa ) atau Zulkoidah ( arab )  pada hari jumat Kliwon untuk menyediakan sesaji yang terdiri dari Kepala Kambing Kendit ( Bahasa Jawa ) yaitu kambing laki – laki yang warnanya hitam pada perutnya dikingkari warna putih, ayam jago, dan masyarkat seluruh desa berkumpul jadi satu dengan membawa nasi yang di bungkus dengan daun pisang, masyarakat menyebutnya “ TAKIR “ dan pada malam resepsinya digelar pagelaran wayang orang ( janger ) .

Sehubungan kejadian itu baru terjadi di Desa ini maka keserupan itu dianggap biasa oleh para sesepuh atau para pejabat desa, namun selang waktu satu ( 1 ) bulan kemudian kejadian tersebut berulang kembali. Oleh karena hal tersebut maka hingga sampai sekarang desa Waiahatu setiap tahunya pada bulan Apit tepatnya hari Jumat Kliwon mengadakan acara yang sekarang dikenal dengan Slamatan  ( Syukuran ) Desa.

Tradisi yang dilaksanakan pada setiap tahun ini di gunakan masyarakat sebagai sarana berkumpul dan bersilaturahmi serta berbagai diantara masyarakat, tanpa memandang suku, ras, dan agama. Dengan kerukunan masyarakat maka pembangunan di Desa Waihatu semakin hari semakin maju.

Share this article :
Share on FB Tweet Share on G+
Comments
0 Comments